Sembari menunggu waktu
itu berlalu, dan menjalaninya, ternyata, lewat sakit itu, Tuhan mengajarkan dan
menyadarkanku akan beberapa hal, yang tak kudapatkan jika dalam kondisi tidak
sakit.
1. Kita semakin
diajarkan bagaimana cara agar tidak lagi mengalami hal (yang membuat sakit)
yang sama. Mungkin sebelumnya kita pernah tau teori tentang hal itu, tapi
dengan sudah mengalaminya juga, kita bisa semakin mengerti dan menguasai
keadaan tersebut.
Aku jadi teringat sama
kata-kata seorang sahabatku, Icha, “hiruplah sakitnya dalam-dalam, agar kau
benar2 mengerti betapa harusnya kau berhenti dari kesalahan itu”. (kurang lebih
begitu ya nang? Agak lupa, udah 3 tahun yang lalu soalnya. hihi).
Dengan pelajaran itu,
kita juga bisa menjadi berkat bagi orang lain dengan membagikan pengalaman kita
itu agar mereka tidak sampai merasakan sakit yang kita rasakan.
*Ini kalau kasusnya,
sakit itu merupakan akibat dari kesalahan sendiri ya*
2. Kita bisa
semakin mensyukuri setiap bagian tubuh kita yang tidak mengalami sakit.
Bukankah dunia itu
selalu punya dua sisi: ada jahat, ada baik; ada kaya, ada miskin; ada hidup,
ada mati. Maka sebagaimana sehat adalah hal yang wajar bagi kita, maka begitu
juga dengan sakit. Dan sewajar kaki kita mendapatkan luka, maka sewajar itu
pula kepala kita yang terluka. Jadi walau kaki terluka dan melahirkan rasa
perih yang sangat dalam, kita tetap bisa bersyukur untuk bagian tubuh yang lain
yang tidak ikut menyumbangkan rasa sakit. Kita juga jadi lebih mensyukuri
kesehatan yang selama ini kita anggap biasa-biasa saja, setelah lepas dari rasa
sakit itu.
Jadi teringat kata-kata
seorang pengawal (yang kudapat dari buku Menapaki Hari Bersama Allah, Yohan
Candawasa), “Jika kondisi tidak berubah menjadi lebih buruk daripada
sebelumnya, orang susah menyadari betapa beruntungnya dia.”
3. Kita bisa turut
merasakan penderitaan orang lain. Hal ini kudapati ketika waktu itu aku sedang
merintih kesakitan, karna kakiku yang semakin membengkak dan sangat susah untuk
diletakkan di lantai, sampai aku terpaksa melompat-lompat dengan satu kaki buat
bisa bergeser (seperti sedang bermain engklek). Pas lagi kesakitan itu, datang
pikiran “coba Ren, kamu bayangkan, kalau kamu dilahirkan tanpa kaki, atau
bayangkan kamu dilahirkan dengan kaki, tapi karna suatu penyakit yang parah,
kakimu mau tak mau harus diamputasi!” huaaah..can’t imagine!
Memikirkannya saja membuatku gak tahan sampai menitikkan air mata, apalagi jika
mengalaminya! Kemudian pikiran beranjak pada orang-orang disana yang hidup
tanpa kaki. Selama ini aku kurang terlalu ikut merasakan penderitaan mereka.
Dulu aku berpikiran, ya itu nasib mereka lah. Tapi sekarang.. T.T
Dengan turut merasakan
penderitaan orang lain, hati kita pun mudah tergerak untuk mendoakan
dan menolong mereka.
4. Kita bisa
semakin dekat pada Tuhan, dan semakin merasakan betapa Tuhan itu sangat
mencintai kita. Lewat sakit itu, aku merasakan betapa Tuhan sangat inginnya
menjagaku agar tetap berada pada jalanNya. Lewat sakit itu juga, aku bisa
benar-benar merasakan kekuatan yang berasal dariNya saja. Ya, lewat sakit itu,
aku disadarkan betapa sesungguhnya aku manusia yang begitu lemah, tak berdaya,
tak dapat berdiri sendiri, tak bisa menyembuhkan diri sendiri, yang benar-benar
sangat membutuhkan Tuhan, dan tak bisa lepas sedetik pun dariNya.
Itu lah yang kudapat
selama aku menjalani rasa sakit selama beberapa minggu ini. Kini, hampir
menyudahinya. Rasa sakitnya udah mulai redaan (cuma sesekali doank muncul rasa
seperti dicubit), dan jalannya udah mulai gak pincang lagi :D Ngerasain banget
campur tangan Tuhan yang luar biasa dalam proses ini. Khususnya ketika di kamis
pagi yang lalu, aku terkaget-kaget lihat bengkak di kaki berkurang banyak,
padahal di rabu malamnya, aku dalam kondisi benar-benar frustasi! Udah 11 hari,
tapi tuh rasa perih dan bengkaknya gak kunjung reda juga. Memang sakit sekali
rasanya, apalagi tetap mesti ngantor dengan pulang-pergi Cibubur-Senen,
pindah-pindah angkutan, di dalam angkot juga kaki terpaksa lumayan ditekuk, di
busway juga berdiri lama. Sering banget dalam hati bilang “lebih mending sakit
hati deh, Tuhaan, daripada sakit karna luka-luka begini aaaaaa”. Soalnya kalau
hati khan udah bisa n ngerti cara ngontrolnya gimana (gayaa, :D), tapi kalau
ini khan mau gak mau harus tetep dirasain sakitnya.
Oh iya, jadi di
minggu-minggu sebelumnya, aku juga ngalamin yang namanya sakit hati (ups :D).
Jadi tuh pelajaran-pelajaran di atas didapatnya ya dari dua jenis rasa sakit
ini :p Jadi mikir, setelah menyembuhkanku dari sakit hati selama
berminggu-minggu, sekarang Tuhan membawaku pada sakit badan (selama
berminggu-minggu juga). haha. Entah apa lah Tuhan ini, segitu pengennya ya Dia
semakin mempercantikku lagi dan lagi. :D Ah, i’m so loved!
-ditulis tepat 2 minggu
setelah kejadian kesrempet mobil-
-dedicated to my lovely and caring family, people and books around that have encouraged me, and especially for my Great Lover and The Giver of Amazing Strength, God-
-dedicated to my lovely and caring family, people and books around that have encouraged me, and especially for my Great Lover and The Giver of Amazing Strength, God-
*fyi, judul tulisan
terinspirasi dari judul salah satu bab dalam buku "MendapatkanMu dalam
Kehilanganku" tulisan Pak Yohan Candawasa, "Susah itu Ada
Gunanya"