Sunday, April 14, 2013

Mengampuni


Di KKP tadi siang, semua anggota bingung dengan ayat yang mengatakan “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu”. Kalimat itu seperti mengatakan bahwa Tuhan bereaksi karna ada aksi kita terlebih dahulu. Tuhan mengampuni karna kita terlebih dahulu mengampuni. Kalau begitu Allah kita sifatnya “reaktif”? Benar begitu??

Syukur pada Allah, Allah kita bukanlah Allah yang reaktif. Kalau tidak, bisa gaswat kita. Tuntutan Allah itu begitu sempurna! “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Harus sempurna dulu lah kita, lalu Allah akan mengasihi kita, harus sempurna dulu lah kita lalu Allah akan mengampuni kita, dan harus sempurna dulu lah kita lalu Allah akan memberikan surga kepada kita (??!) Trus kalau kebaikan kita hanya bisa 75%, gimana donk? Atau, naikkan lagi deh, kita khan orangnya paling baik sedunia, kita khan rajin pelayanan, rajin memberi, berbuat kebaikan di sana sini,, tapi eits! jangan lupa, dosa itu adalah apapun yang melanggar perintah Tuhan. Apapun, termasuk ketika Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri kita sendiri, tapi kita gak suka (benci) sama orang2 tertentu; termasuk juga ketika Tuhan memerintahkan kita untuk melayani orang lain, tapi kita sering mengutamakan ego kita; dan termasuk juga ketika Allah melarang kita untuk gak menghakimi sesama, tapi kita (sering sekali lupa bahwa sedang) menghakimi; dan larangan2 yang gak kita sadari lainnya (termasuk ngomel2 dalam hati, negatif thinking akan orang lain dll yang tidak kelihatan oleh orang lain, tapi tentu Tuhan bisa melihatnya). Ternyata kita tidak bisa sesempurna tuntutan Tuhan itu. Jadi, kalau Allah kita Allah yang reaktif, gawatlah kita.. tinggal mempersiapkan diri saja masuk ke api neraka..

But what?! Look at this verse.. :)

Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati --. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! (Roma 5:6-10)

Ayat di atas sudah cukup menjelaskan/menyatakan pada kita bahwa Allah kita bukanlah Allah yang reaktif, tapi justru adalah Allah yang berinisiatif untuk mengasihi kita dengan kasihNya yang sungguh besar (yang bersedia mengorbankan nyawaNya bagi kita agar kita selamat dari hukuman maut) sekalipun kita masih lemah, masih berdosa dan masih menjadi seteru(musuh)Nya.


Well, kalau begitu apa maksud ayat yang paling di atas tadi? “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu”.


Akhirnya dalam KKP tadi kami menemukan jawabannya, bahwa ketika kita memohon agar dosa kita diampuni oleh Tuhan, tentunya haruslah dengan kesadaran bahwa dosa kita sungguh besar kepada Tuhan Yang Maha Kudus itu. Ya, bahkan jauuuh lebih besar dari kesalahan orang lain pada kita (yang sesama manusia berdosa), sehingga dengan serta merta kita (yang dengan rasa syukur yang besar karna dosa kita yang besar itu Tuhan bersedia mengampuninya) pun turut (dengan mudah) mengampuni kesalahan orang lain pada kita.
Kalau kita masih ogah mengampuni kesalahan orang lain pada kita, (bisa dibilang) dipertanyakan jangan-jangan kita kurang begitu merasakan besarnya anugerah pengampunan yang kita terima dari Tuhan. Atau dengan kata lain, kita merasa kurang (atau jangan2 tidak) berdosa kepada Tuhan. Dan kalau kita merasa begitu, ya (emang betul) buat apa lagi kita memohon pengampunan pada Tuhan?
Kini benarlah kalimat ini “Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu”. Ya karna kita (membuat kita merasa) tidak membutuhkan anugerah pengampunan dari Bapa tadi itu. Ya jadi ngapain Bapa ngampuni kita? Wong kitanya merasa gak butuh. Tul gak?



Hmmmh...mengampuni emang sulit sih ya. Apalagi kalau si dia udah kelewatan nyakitinnya (menurut kita). Tapi marilah teman, selain menyadari hal yang di atas tadi (anugerah pengampunan dari Bapa tadi), kita juga perlu menyadari bahwa (kebanyakan) sebenarnya ketika kita sedang marah/kesal pada orang lain, kesalahan itu gak semata-mata ada pada orang tersebut. Tapi juga ada pada diri kita sendiri.
Marilah lebih melihat ke dalam dahulu lebih banyak dan lebih dalam lagi,,
then we can defeat every conflict! :)

Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Matius 7:3-5)


Menyimpan kesalahan orang lain berlama-lama tidak ada untungnya sama sekali. Sama sekali. Yang ada malah hanya rugi. Si dianya happy-happy aja disana, kog mau-maunya kita yang nyesek abis disini. Gak mau khan? ;)