Wednesday, August 19, 2015

Perak Yang Terus Diproses

Hari ini Tuhan sudah mengizinkanku hidup selama 25 tahun. Dalam konteks pernikahan, usia ini sering disebut tahun perak.

Sebuah ayat dalam Mazmur berkata

“Sebab Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami,
seperti orang memurnikan perak.”

Aku penasaran bagaimana perak itu dimurnikan. Kutelusuri, dan kutemukan bahwa:

Perak yang adalah salah satu logam mulia, pada awalnya bersifat mudah penyok, cepat tergores dan kusam. Untuk menghasilkan perak menjadi perhiasan yang indah dan berharga, ia perlu dilebur dengan campuran logam lainnya (tembaga atau kuningan) sebagai bahan penolong/penguat. Ia juga perlu ditempa untuk mendapatkan bentuk yang lurus dan rata. Setelah melalui proses pengukiran, ia juga harus dibakar dan dimasukkan ke dalam rebusan air tawas secara berulang-ulang sampai putih bersih. Terakhir, ia harus melewati proses penggosokan untuk membuat perak tersebut mengkilap.

Aku kemudian menganalogikan diriku dengan perak. Terpikir bahwa rasa-rasanya aku juga hampir mengalami proses yang dilalui si perak.

***

Hidup bagaimana pun bentuknya, adalah anugerah. Kita diciptakan sebagai makhluk yang paling mulia dari makhluk hidup lainnya.

Ketika diberi hidup, Tuhan memberikan kita berbagai kepercayaan. Kepercayaan untuk menjadi anak/orangtua dari sebuah keluarga, kepercayaan untuk menjadi seorang sahabat bagi sesama manusia, kepercayaan untuk menjadi warga bagi suatu Negara, kepercayaan untuk menjadi penghuni sementara dunia, dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang semuanya itu merupakan kepercayaan untuk menjadi rekan sekerja Tuhan dalam mengerjakan karya-karyaNya yang agung bagi dunia.

Di dalam menjalankan kepercayaan itu, tak jarang kita mengalami hal-hal yang tidak nyaman hingga menyakitkan hati. Dan aku kerap termakan. Aku sering ikutan kesal dengan keadaan. Aku sering turut menghakimi orang-orang sekitarku. Hatiku sering turut sesak menghadapi dan menerima hal-hal yang tidak menyenangkanku.

Sampai akhirnya aku sadar.

Bahwa hidup di dunia memang tidak akan pernah nyaman.

Dulu ketika aku menjadi hamba dosa, aku sering merasa hidupku nyaman, termasuk nyaman melakukan dosa-dosa favorit. Sampai akhirnya aku sadar, bahwa dosa ternyata pada akhirnya selalu menyengsarakan. Ketika berbagai keakuan dari berbagai manusia saling menguat, berlaga, dan bertubrukan, aku menemukan bahwa hatiku ternyata sering sakit karena menjadi korbannya. Apalagi ketika keegoanku berdaya besar, ingin menghantam sana-sini.

Ketika aku akhirnya diizinkan untuk mengenal Dia, Kristus - ALLAH yang menjadi Manusia untuk dapat mengalahkan maut kekal (yang semestinya menjadi bagianku) dan untuk dapat membebaskanku dari penjara dosa -, ketika aku menerima anugerah keselamatan-Nya dan menerima Dia sebagai Tuhan atas setiap aspek hidupku, hidupku juga tidak lantas menjadi nyaman.

Bukan, aku bukan sedang tidak bersyukur. Justru syukurku begitu besar! Ia telah memberikanku anugerah yang luar biasa: pengampunan atas segala dosa-dosaku, diangkat menjadi anggota keluarga-Nya, persekutuan dengan Roh Kudus dan pengharapan yang pasti akan kehidupan kekal bersama Allah di surga.

Tapi, pada hari-hari terakhir tidak semuanya merupakan sukacita dan kesenangan bagiku. Aku juga harus “berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan”.
Karena aku belum berada di surga.

Aku menjadi mengerti bahwa: pengalaman sebagai pengikut Kristus sesungguhnya meliputi sukacita dan frustasi. Aku masih hidup di dalam dunia yang berdosa, namun Allah telah memberikanku Roh Kudus, yang adalah milik dari “masa yang akan datang". Dengan diberikannya Roh Kudus, aku dapat mengecap surga di bumi, aku jadi dapat mengetahui sedikit tentang berkat-berkatNya. Namun, keselamatanku masih belum lengkap. Dunia di mana aku hidup belum dibebaskan. Aku masih tetap berjuang melawan dosa dan tetap menghadapi perlawanan terhadap imanku. Hidup bagiku adalah kerja keras; sebuah pertandingan, sebuah perjuangan yang tiada henti. Aku sesungguhnya tidak perlu kaget bila menghadapi perjuangan untuk hidup bagi Kristus, karena sesungguhnya itu kehidupan seorang Kristen yang wajar dalam dunia saat ini. Kehadiran Roh Kudus yang selalu menolongku selama ini, ternyata juga sekaligus memberi kontribusi pada perasaan-perasaan frustasi yang kurasakan.

Itu ibarat ketika kita berada di dapur saat seseorang sedang memasak makanan yang lezat. Sang koki mengizinkan kita mencicipi masakannya sebelum ia memberi kita peraturan ketat bahwa kita tidak boleh menyentuh lagi makanan tersebut hingga saatnya disajikan di meja. Penantian kita pun terasa tak tertahankan. Akan lebih mudah jika kita tidak pernah diizinkan mencicipi sebelumnya. Namun, karena sekarang kita sudah mengetahui betapa lezatnya makanan itu, sangat sulit bagi kita untuk menunggu sampai kita dapat memakannya. Penantian selama dua jam sebelum makan menjadi terasa seabad.

Begitu juga dengan kehidupan Kristen. Kita telah merasakan berkat-berkat surgawi. Kita tahu sedikit seperti apa menjadi kudus itu, dan kita mengharapkan lebih. Kita juga tahu sedikit tentang apa artinya mengenal Allah melalui Kristus dan dikasihi oleh-Nya, dan kita tidak sabar untuk dapat merasakan lebih lagi. Itu sebabnya kita “mengeluh” dalam hati. Keluhan ini sesungguhnya mengungkapkan kefrustasian kita atas dosa yang terjadi dalam hidup kita dan dalam dunia, serta menandakan keinginan kita akan hal-hal yang menakjubkan dari dunia yang akan datang. Kita tidak dapat mengharapkan hidup yang mudah. Kita malah dipanggil untuk memproklamasikan Injil ke dunia yang tidak ingin mendengarnya, dan untuk menjalani kehidupan sebagai Kristen sejati di antara orang-orang yang menjalani hidup yang sangat berbeda.

Kita adalah warga surgawi yang harus, untuk sementara, hidup sebagai “pendatang” di dunia. Tapi, kita tidak harus hidup jauh dari rumah selamanya. Suatu hari Kristus akan kembali menjemput kita untuk bergabung dengan-Nya dalam kerajaan yang disempurnakan.

***

Kembali kepada proses pemurnian si perak.

Seperti si perak yang awalnya bersifat mudah penyok, cepat tergores dan kusam harus diproses demi menjadi perak yang indah dan berharga, aku pun rela untuk mengalami proses tersebut. Aku sadar masih banyak sekali karakter-karakterku yang buruk yang harus dikikis dan dibakar. Dengan berbagai masalah, konflik, dan hal-hal yang tidak aku inginkan terjadi namun Dia ijinkan terjadi dalam hidupku, aku siap untuk ditempa menjadi “perak” yang indah dan dapat selalu dibanggakan oleh Pengrajin-ku.

Dengan pertolongan Roh Kudus yang senantiasa mengungkapkan hal-hal yang sering ditutupi oleh si iblis, dalam semua proses itu akhirnya ku sadari, bahwa aku hidup di dunia bukanlah untuk menyenangkan diriku, tapi hanya untuk menyenangkan Tuhanku yang telah menciptakanku dan membawaku ke dunia ini dengan disertai misi-Nya. Ketika aku menyenangkan Tuhanku, sesungguhnya aku pun sedang menyenangkan diriku sendiri yang sejatinya adalah segambar dengan DiaDan jauh lebih besar dari menikmati dunia ini dan isinya, aku diciptakan untuk menikmati Dia, Allahku, Penciptaku, Juruselamatku, dan Penolongku.

Sampai kapan si pengrajin akan menghentikan proses penggosokan perak itu?
Sampai mengkilap. Sampai si pengrajin dapat memandang rupanya pada sisi permukaan perak itu! See?

Sampai kapan aku akan terus diproses? Sampai Pengrajin-ku menemukan semakin jelas cerminan Diri-Nya dalam diriku.