Hari ini Tuhan
sudah mengizinkanku hidup selama 25 tahun. Dalam konteks pernikahan, usia ini sering
disebut tahun perak.
Sebuah ayat dalam
Mazmur berkata
“Sebab
Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami,
seperti orang memurnikan perak.”
seperti orang memurnikan perak.”
Aku penasaran
bagaimana perak itu dimurnikan. Kutelusuri, dan kutemukan bahwa:
Perak yang adalah salah
satu logam mulia, pada awalnya bersifat mudah penyok, cepat tergores dan
kusam. Untuk menghasilkan perak menjadi perhiasan yang indah dan berharga, ia
perlu dilebur dengan campuran logam lainnya (tembaga atau kuningan) sebagai
bahan penolong/penguat. Ia juga perlu ditempa untuk mendapatkan bentuk yang
lurus dan rata. Setelah melalui proses pengukiran, ia juga harus dibakar dan
dimasukkan ke dalam rebusan air tawas secara berulang-ulang sampai putih
bersih. Terakhir, ia harus melewati proses penggosokan untuk membuat perak
tersebut mengkilap.
Aku kemudian menganalogikan
diriku dengan perak. Terpikir bahwa rasa-rasanya aku juga hampir
mengalami proses yang dilalui si perak.
***
Hidup bagaimana pun
bentuknya, adalah anugerah. Kita diciptakan sebagai makhluk yang paling mulia
dari makhluk hidup lainnya.
Ketika diberi
hidup, Tuhan memberikan kita berbagai kepercayaan. Kepercayaan untuk menjadi anak/orangtua
dari sebuah keluarga, kepercayaan untuk menjadi seorang sahabat bagi sesama
manusia, kepercayaan untuk menjadi warga bagi suatu Negara, kepercayaan untuk
menjadi penghuni sementara dunia, dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang
semuanya itu merupakan kepercayaan untuk menjadi rekan sekerja Tuhan dalam
mengerjakan karya-karyaNya yang agung bagi dunia.
Di dalam
menjalankan kepercayaan itu, tak jarang kita mengalami hal-hal yang tidak
nyaman hingga menyakitkan hati. Dan aku kerap termakan. Aku sering ikutan kesal
dengan keadaan. Aku sering turut menghakimi orang-orang sekitarku. Hatiku sering
turut sesak menghadapi dan menerima hal-hal yang tidak menyenangkanku.
Sampai akhirnya aku
sadar.
Bahwa hidup di
dunia memang tidak akan pernah nyaman.
Dulu ketika aku menjadi
hamba dosa, aku sering merasa hidupku nyaman, termasuk nyaman melakukan
dosa-dosa favorit. Sampai akhirnya aku sadar, bahwa dosa ternyata pada akhirnya
selalu menyengsarakan. Ketika berbagai keakuan dari berbagai manusia saling
menguat, berlaga, dan bertubrukan, aku menemukan bahwa hatiku ternyata sering sakit
karena menjadi korbannya. Apalagi ketika keegoanku berdaya besar, ingin
menghantam sana-sini.
Ketika aku akhirnya
diizinkan untuk mengenal Dia, Kristus - ALLAH yang menjadi Manusia untuk dapat mengalahkan
maut kekal (yang semestinya menjadi bagianku) dan untuk dapat membebaskanku dari penjara dosa
-, ketika aku menerima anugerah keselamatan-Nya dan menerima Dia sebagai Tuhan
atas setiap aspek hidupku, hidupku juga tidak lantas menjadi nyaman.
Bukan, aku bukan
sedang tidak bersyukur. Justru syukurku begitu besar! Ia
telah memberikanku anugerah yang luar biasa: pengampunan atas segala
dosa-dosaku, diangkat menjadi anggota keluarga-Nya, persekutuan dengan Roh
Kudus dan pengharapan yang pasti akan kehidupan kekal bersama Allah di surga.
Tapi, pada
hari-hari terakhir tidak semuanya merupakan sukacita dan kesenangan bagiku. Aku
juga harus “berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan”.
Karena aku belum berada di surga.
Karena aku belum berada di surga.
Aku menjadi mengerti bahwa: pengalaman sebagai
pengikut Kristus sesungguhnya meliputi sukacita dan frustasi. Aku masih
hidup di dalam dunia yang berdosa, namun Allah telah memberikanku Roh Kudus, yang
adalah milik dari “masa yang akan datang". Dengan diberikannya Roh Kudus,
aku dapat mengecap surga di bumi, aku jadi dapat mengetahui sedikit tentang berkat-berkatNya.
Namun, keselamatanku masih belum lengkap. Dunia di mana aku hidup belum
dibebaskan. Aku masih tetap berjuang melawan dosa dan tetap menghadapi
perlawanan terhadap imanku. Hidup bagiku adalah kerja keras; sebuah
pertandingan, sebuah perjuangan yang tiada henti. Aku sesungguhnya tidak perlu kaget bila
menghadapi perjuangan untuk hidup bagi Kristus, karena sesungguhnya itu
kehidupan seorang Kristen yang wajar dalam dunia saat ini. Kehadiran Roh Kudus
yang selalu menolongku selama ini, ternyata juga sekaligus memberi kontribusi
pada perasaan-perasaan frustasi yang kurasakan.
Itu ibarat ketika
kita berada di dapur saat seseorang sedang memasak makanan yang lezat. Sang
koki mengizinkan kita mencicipi masakannya sebelum ia memberi kita peraturan
ketat bahwa kita tidak boleh menyentuh lagi makanan tersebut hingga saatnya
disajikan di meja. Penantian kita pun terasa tak tertahankan. Akan lebih mudah
jika kita tidak pernah diizinkan mencicipi sebelumnya. Namun, karena sekarang
kita sudah mengetahui betapa lezatnya makanan itu, sangat sulit bagi kita untuk
menunggu sampai kita dapat memakannya. Penantian selama dua jam sebelum makan
menjadi terasa seabad.
Begitu juga dengan
kehidupan Kristen. Kita telah merasakan berkat-berkat surgawi. Kita tahu
sedikit seperti apa menjadi kudus itu, dan kita mengharapkan lebih. Kita juga
tahu sedikit tentang apa artinya mengenal Allah melalui Kristus dan dikasihi
oleh-Nya, dan kita tidak sabar untuk dapat merasakan lebih lagi. Itu sebabnya
kita “mengeluh” dalam hati. Keluhan ini sesungguhnya mengungkapkan kefrustasian
kita atas dosa yang terjadi dalam hidup kita dan dalam dunia, serta menandakan
keinginan kita akan hal-hal yang menakjubkan dari dunia yang akan datang. Kita
tidak dapat mengharapkan hidup yang mudah. Kita malah dipanggil untuk memproklamasikan
Injil ke dunia yang tidak ingin mendengarnya, dan untuk menjalani kehidupan
sebagai Kristen sejati di antara orang-orang yang menjalani hidup yang sangat
berbeda.
Kita adalah warga
surgawi yang harus, untuk sementara, hidup sebagai “pendatang” di dunia. Tapi,
kita tidak harus hidup jauh dari rumah selamanya. Suatu hari Kristus akan
kembali menjemput kita untuk bergabung dengan-Nya dalam kerajaan yang
disempurnakan.
***
Kembali kepada
proses pemurnian si perak.
Seperti si perak
yang awalnya bersifat mudah penyok, cepat tergores dan kusam harus diproses
demi menjadi perak yang indah dan berharga, aku pun rela untuk mengalami proses
tersebut. Aku sadar masih banyak sekali karakter-karakterku yang buruk yang harus dikikis dan dibakar.
Dengan berbagai masalah, konflik, dan hal-hal yang tidak aku inginkan terjadi
namun Dia ijinkan terjadi dalam hidupku, aku siap untuk ditempa menjadi “perak”
yang indah dan dapat selalu dibanggakan oleh Pengrajin-ku.
Dengan pertolongan Roh Kudus yang senantiasa mengungkapkan hal-hal yang sering ditutupi oleh si iblis, dalam semua proses itu akhirnya ku sadari, bahwa aku hidup di dunia bukanlah untuk menyenangkan diriku, tapi hanya untuk menyenangkan Tuhanku yang telah menciptakanku dan membawaku ke dunia ini dengan disertai misi-Nya. Ketika aku menyenangkan Tuhanku, sesungguhnya aku pun sedang menyenangkan diriku sendiri yang sejatinya adalah segambar dengan Dia. Dan jauh lebih besar dari menikmati dunia ini dan isinya, aku diciptakan untuk menikmati Dia, Allahku, Penciptaku, Juruselamatku, dan Penolongku.
Sampai kapan si pengrajin akan menghentikan proses penggosokan perak itu?
Sampai mengkilap. Sampai si pengrajin dapat memandang rupanya pada sisi permukaan perak itu! See?
Sampai kapan aku akan terus diproses? Sampai Pengrajin-ku menemukan semakin jelas cerminan Diri-Nya dalam diriku.
Dengan pertolongan Roh Kudus yang senantiasa mengungkapkan hal-hal yang sering ditutupi oleh si iblis, dalam semua proses itu akhirnya ku sadari, bahwa aku hidup di dunia bukanlah untuk menyenangkan diriku, tapi hanya untuk menyenangkan Tuhanku yang telah menciptakanku dan membawaku ke dunia ini dengan disertai misi-Nya. Ketika aku menyenangkan Tuhanku, sesungguhnya aku pun sedang menyenangkan diriku sendiri yang sejatinya adalah segambar dengan Dia. Dan jauh lebih besar dari menikmati dunia ini dan isinya, aku diciptakan untuk menikmati Dia, Allahku, Penciptaku, Juruselamatku, dan Penolongku.
Sampai kapan si pengrajin akan menghentikan proses penggosokan perak itu?
Sampai mengkilap. Sampai si pengrajin dapat memandang rupanya pada sisi permukaan perak itu! See?
Sampai kapan aku akan terus diproses? Sampai Pengrajin-ku menemukan semakin jelas cerminan Diri-Nya dalam diriku.